Yahoo!Answers [Etika]

Dodi Nurdjaja

Header Ads

728 x 90 ads 728 x 90 ads
Maaf sedang ada penataan ulang label, dalam rangka mau ganti theme/template. Berdampak di Menu Utama.


DMCA.com Protection Status
Copas harus se-izin pemilik konten

Yahoo!Answers [Etika]

Sungguh sangat disayangkan. Yahoo!Answers yang seharusnya bisa menjadi tempat mencari jawaban, ternyata menjadi ajang perselisihan. Bahkan tidak sedikit yang memakai nama profil yang mengundang kemarahan.
---

Yahoo!Answers [Etika]



"Cari buah KULDI skarang ini bisa didapat di supermarket ga ya....?"(bisa di-klik untuk melihat ke Yahoo!Answers)

Ini adalah bahasan yang jauh berbeda dengan postingan “Yahoo!Answers” yang sebelumnya. Tanya jawab di Yahoo!Answers kategori agama, ternyata tidaklah se-hangat di kategori internet, game dan komputer. Masing-masing pertanyaan dan sanggahan pada komentar, sangat mengarah pada perselisihan. Bahkan cenderung mengumbar caci maki.

Sungguh sangat disayangkan. Yahoo!Answers yang seharusnya bisa menjadi tempat mencari jawaban, ternyata menjadi ajang perselisihan. Bahkan tidak sedikit yang memakai nama profil yang mengundang kemarahan.


Foto profil saya di Yahoo!Answers, dengan nick Captain_N

Dengan niat memberi sedikit perubahan pada cara berdiskusi atau tanya jawab (agar menjadi lebih sopan), saya ikut serta dalam menjawab beberapa pertanyaan. Sengaja saya tidak ‘memberi ceramah’ bagaimana cara bertanya dan cara menjawab yang sopan di situ. Tapi saya langsung memberi contoh dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada se-sopan mungkin.

Namun rupanya, hanya bisa menggugah satu-dua orang saja yang ikut bergabung menjawab dengan sopan. Selebihnya masih dengan mengumbar caci maki. Karena itulah, kemudian saya pindah ke kategori internet, game dan komputer.

Saya salut pada teman Facebook saya, Mulatua Sinurat (November 21 via BlackBerry Smartphones App) yang menulis “Terlepas mengenai perbedaan agama ataupun kaum zionis...
Saya mengutuk serangan Israel yg telah menelan korban anak-anak tak berdosa...
Saya sdh pernah berada disana, semua tdk ada yg membicarakan perbedaan agama krn baik di Palestina maupun di Israel, Islam dan Kristen hidup berdampingan...
Situasinya sama dgn di negri ini...Rakus & Bejat utk kepentingan tertentu.

SI@KE!!!


Kata “SI@KE!!!” sebagai penutup, sudah menjadi “trade mark”-nya. Mulatua biasa menuliskan kata itu sebagai penutup statusnya, meskipun pada kabar-kabar yang menggembirakan. Status di atas, sekalipun bernada mengecam, tapi diawali dengan “Terlepas mengenai perbedaan agama ataupun kaum zionis...”. Ini termasuk teknik menulis yang sopan dan menghindarkan diri dari perdebatan unsur SARA yang tidak perlu. Ini sangat patut untuk ditiru.


Menggunakan Internet adalah hak. Menyatakan pendapat, juga hak azazi tiap individu. Tapi sejauh mana kita mengelola hak ber-internet dan mengeluarkan pendapat (di internet) dengan baik. Mungkin, memang belum ada hukum tertulis mengenai hal ini. Kita sendirilah yang seharusnya pandai-pandai mengukur.

Mungkin sudah banyak orang lain yang memuat postingan tentang “Etika Ber-internet”. Tanpa maksud untuk ikut-ikutan, saya hanya sekedar mengingatkan kembali.


Pantaskah saya prihatin ketika pulang shalat Jum’at, saya buka Facebook dan membaca status, “Dasar khotib tua. Kotbahnya bikin ngantuk aja.”? Di tengah Shalat Jum’at, koq sempat-sempatnya menulis status Facebook via Twitter.

Sering saya lihat beberapa status Facebook (teman-teman saya sendiri) yang (sadar atau tanpa sadar) menyatakan uneq-uneq tidak pada tempatnya. Saya hanya membathin, “apa ga malu nulis kayak gitu, kalo dibaca sama orang lain?”

Terlebih bagi mereka yang selain Facebook-an, juga Twitter-an dan Plurk-an. Apalagi jika menautkan seluruh akun-akun itu satu sama lain. Tinggal buka dari HP (mobile phone) ketik di Plurk atau Hootsuite (bagi yang BBM-an), maka seluruh statusnya sama.


Ada contoh Fanspage Facebook dengan akun "aku hanya wanita biasa bisa sakit dan terluka" (https://www.facebook.com/akuhanyalahwanitabiasa). Fanspage-nya bertaut dengan blog-nya. Nah, kalau kita yang laki-laki mau masuk (jadi anggota) ke fanspage itu, kan harus klik “Like” dulu. Kalau klik “Like” diartikan senang, berarti kita (utamanya bagi laki-laki) senang ada wanita biasa yang bisa sakit dan terluka? Terus bagaimana caranya jadi anggota kalau tidak klik "Like"?


Tak jarang kita melihat status teman-teman (atau saudara kandung) kita yang lagi “galau”. Lalu ada yang sekedar menunjukkan sikap peduli, hanya dengan klik “Like” tanpa menulis komen. Koq yang punya status malah marah. “orang lagi sedih, koq kamu klik like, sih...” atau kata-kata lain serupa itu.

Hal ini pun sering terjadi dengan yang menulis status “sedang sakit”. Melihat banyak temannya yang klik “Like”, kemudian dijawab “kalo orang lagi sakit, jangan klik like, dong”. Jadi, klik apa, donk?

Mari kita lihat kearifan adik sepupu saya Hery Purnomo (November 28 via BlackBerry Smartphones App) yang menulis:

Sekarang saya sakit. Terimakasih sudah membaca status saya.

TERIMAKASIH.

NB: Facebooker yang baik meninggalkan comment dan Like setelah membaca status ini sebagai bentuk doa dan dukungan moril. ^^


Artinya dia sudah mengerti, untuk apa tombol “Like” bagi status yang menyatakan diri sedang sedih atau sedang sakit.


Tak jarang pula saya membaca status Facebook yang isinya rasa kesal, kepada bos, kepada office boy, kepada cleaning service, kepada klien atau kepada sesama karyawan. Bukankah ini termasuk ranah rahasia perusahaan yang harus dijaga?

Kalau “si bos” membalas bikin status via Facebook juga, ini keterlaluan. Sebagai atasan, koq, childish. Sama childish-nya dengan bawahan yang mengumbar status kesalnya ke office boy dan cleaning service. Kalau kepada klien, urusan si klien, lah. Paling jadi urusan antar perusahaan.

Lebih parah lagi, jika rahasia pertengkaran suami-istri dibawa ke Facebook. Memang tidak ada larangan soal ini. Boleh saja istri kesal kepada suami, atau suami kesal kepada istri. Saya pun tidak melarang. Tapi alangkah baiknya, jika pertengkaran suami-istri tidak dipaparkan di depan umum melalui jejaring sosial mana pun. Malu, lah.

Hati-hati juga bagi wanita yang akan menikahi, calon menantu atau calon ipar polisi. Tidak baik mengumbar rasa kesal kepada polisi (misalnya karena ditilang) via Facebook atau jejaring sosial lainnya. Wanita seperti itu akan dipandang buruk oleh atasan atau komandan si calon.

Agak berbeda sedikit dengan rasa kesal terhadap kebijakan pemerintah atau yang bernada agak politik lainnya. Mungkin, teman kita itu memang sedang membangun “opini publik”. Itu hal yang biasa saya alami ketika masih dalam pertemanan di jaringan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Namun demikian, kesopan-santunan tetap harus diutamakan.


Baru-baru ini, ramai status Facebook menghujat Aceng Fikri. Kembali lagi, itu memang hak berpendapat. Terlepas dari sopan atau tidaknya kata-kata yang terlontar. Penulis status itu sendiri yang bisa mengukur, bagaimana jika ucapan itu ditujukan bagi dirinya (bagi laki-laki), atau ditujukan bagi suami atau ayahnya (bagi perempuan). (Catatan: Saya tidak membela Aceng Fikri. Saya bukan fans Aceng Fikri.)

Saya jadi ingat, betapa seorang Aa Gym, yang begitu disanjung dan dibangga-banggakan, tiba-tiba menjadi sangat ‘terhina’ karena kasus poligami. Tidak sedikit status Facebook yang isinya menghujat Aa Gym. Bahkan sampai sekarang pun, nama baiknya belum pulih di mata publik. (Catatan: Saya pun tidak membela Aa Gym. Dari dulu, saya bukan fans Aa Gym.)

Jauh berbeda dengan Ariel. Ketika video-porno-nya menyebar, semua menggunjing, sampai masih dalam proses pengadilan. Tapi setelah bebas dari penjara, koq malah disambut di pintu keluar penjara dan disanjung-sanjung. Bahkan banyak status Facebook yang memuja Ariel saat tampil dengan nama grup band barunya. Aneh, memang. (Catatan: Saya tidak membela Ariel. Dan saya pun bukan fans Ariel.)


Sekali lagi, saya hanya mengingatkan, berhati-hatilah dalam menuliskan status di Facebook, Twitter, Plurk, atau di berbagai jejaring sosial atau micro blog lainnya, atau bahkan di blog. Kebesaran, keagungan dan kedewasaan jiwa kita, tercermin dari apa yang kita tulis. Dengan maksud bercanda atau pun dalam keadaan emosi[onal], harus kita pertimbangkan apa yang akan kita tuliskan.


Lebih dari itu, saya menulis ini pun untuk mengingatkan diri saya sendiri. Tanpa bermaksud merendahkan diri (apalagi menyombongkan diri), saya pun pernah terjebak dalam kesalahan seperti ini.

Saat itu, di Grup Alumni SMA, saya selaku admin, biasa say welcome kepada siapa saja yang saya approve masuk Grup. Grup ini pada awalnya menjadi corong berita menjelang Reuni Akbar. Saat Reuni Akbar telah terselenggara, Grup ini lebih menjadi forum kekeluargaan lintas angkatan. Saya sendiri bukanlah panitia. Saya hanya sering ikut rapat panitia sebagai wakil angkatan saya. Maka saya dikenal oleh para panitia lintas angkatan.
Suatu ketika, saat saya say welcome kepada member baru, adik angkatan (yang mantan panitia Reuni Akbar) bertanya saya angkatan berapa. Saya menjawab dengan foto milik teman, saat saya bertandatangan sebagai wakil angkatan dalam deklarasi Alumni, yang dalam foto tersebut ada keterangan tentang tahun angkatan saya, dan ada tambahan julukan "Pangeran kegelapan" yang diberikan kepada saya.
Selain foto, saya menulis, "Ga usah panggil kk, panggil aja Yang Mulia Pangeran Kegelapan. Kamu angkatan '98, kan?"
Adik angkatan saya, menjawab nyeleneh dengan menyebut saya 'yang mulia gelap', sambil memuji kehebatan saya dalam mengetahui dari angkatan tahun berapa dia berasal.
Tentu saja saya tahu, karena saya memang kenal dia. Tapi saya terbawa suasana, saya pun menjawab bahwa saya memang dari jajaran 'Spiritualis Nusantara'. Maksud saya sekedar menjawab candaan.
Tiba-tiba saya dikagetkan dengan komen teman se-angkatan saya, "dod, kenapa sih lu? sehat, kan?"
Jawaban saya? Saya sebut nama si adik angkatan itu dengan julukannya, untuk menunjukkan kedekatan kami tanpa harus bercerita panjang lebar. Saya bilang dia yang stres, karena masih jadi bendahara abadi. Rapat cyber para veteran panitia reuni masih belum ada ketetapan lanjutan. Hal ini untuk menunjukkan juga bahwa diantara kami (veteran panitia Reuni Akbar) yang lintas angkatan, masih terjalin komunikasi, walau tanpa bertemu secara fisik. Saya berharap jawaban ini pun menjadi gambaran kepada member lain di grup itu yang tidak mengenal kami secara dekat.
Kesalahan saya saat itu, adalah membawa suasana bercanda (yang seharusnya hanya di tingkat intern) ke hadapan orang-orang yang belum tentu kenal dekat dengan kami.

Sebagai penutup, saya mohon maaf, jika ada yang tersinggung dengan segala yang pernah saya tulis di media internet mana pun, utamanya pada postingan yang ini.


Semoga bermanfaat.Terima Kasih.

=====

Yahoo!Answers [Etika]

=====

7 komentar:

Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.

Copyright © 2011 Dodi®Nurdjaja™ . Diberdayakan oleh Blogger.