Menurut Bapak drh. Bambang Irianto, tarian Sintren ini bisa dengan mudah dipelajari. Untuk kepentingan pagelaran Sintren tadi, hanya dilakukan empat kali latihan. Bagi yang berminat bisa datang langsung ke Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon. Atau bisa juga mempelajari dari buku berjudul "Diktat Panduan | Sintren | Keindahan Seni Budaya Cirebon" keluaran Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon, seharga Rp. 34.000, selama persediaan masih ada.
---
Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon | 2
Pertunjukan Sintren ada di awal acara.
Karena agak terlambat datang, pertunjukan Sintren sudah dimulai. Saya lihat sang penari Sintren sudah berada di dalam kurungan ayam yang tertutup kain. Agak lama juga dinyanyikannya tembang mantra pembuka. Pasti untuk meyakinkan bahwa ada cukup waktu bagi sang Penari Sintren berganti kostum.
Tentu saja keuntungan juga bagi saya. Saya tak perlu buru-buru mengeluarkan kamera saku saya.
Pada pertunjukan ini, si Pawang Sintren tidak mengitari kurungan ayam (berisi Penari Sintren) itu. Yang mengitari kurungan ayam tersebut adalah Para Dayang Penari. Mungkin sudah dihitung sinkonisasi antara jumlah putaran dengan perulangan tembang Sintren Pembuka.
Syair tembang mantra Sintren Pembuka yang dinyanyikan:
Turun turun Sintren
Sintrene widadari
Widadari temurunan
Widadari temurunan
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Widadari temurunan
Saya pun bergerak lebih ke depan, agar lebih leluasa mengambil gambar.
Saya lihat buyung (tempayan, gerabah tanah liat berbentuk gentong berukuran kecil) masih dipergunakan sebagai pelengkap gamelan. Jumlah buyung tetap 3 buah, tapi kelihatannya sama besar. Pasti suara yang dihasilkan nyaris sama. Kecuali di dalamnya diisi air, hingga volume udara di dalam buyung itu berbeda satu sama lain. Ilir (kipas) yang dipakai untuk membunyikan buyung, sepertinya terbuat dari bahan karet. Bentuk Ilir itu menyerupai bat pingpong, atau mungkin bekas bat pingpong yang dimodifikasi menjadi ilir penabuh buyung.
Tibalah saatnya kurungan ayam tersebut dibuka. Yap, akhirnya si Penari Sintren telah berganti pakaian mengenakan kostum penari Sintren, lengkap dengan kacamata hitam. Dan mungkin yang lebih membedakan, kostum penari Sintren ini dilengkapi pula dengan hijab/jilbab. Mungkin untuk lebih menekankan nuansa Islam dalam seni budaya Sintren ini.
Sang Pawang, dibantu Dayang, membangkitkan Sintren untuk mulai bergerak menari. Syair tembang mantra Sintren Pembuka masih terus dilantunkan.
Para penonton, utamanya kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak, segera menyiapkan uang receh. Saat Sintren sudah bergerak menari, para penonton seperti berlomba melakukan balangan (melempar uang receh ke arah Sintren). Bahkan prosesi balangan sudah dilakukan sebelum adanya aba-aba dari pembawa acara. Anak-anak kecil yang ikut menonton pertunjukan Sintren ini, tentu saja tak mengerti, tapi ada dari mereka ikut-ikutan pula melakukan balangan.
Ibu ini sepertinya penasaran. Tiap dia melempar uang receh, kertas maupun koin, tak ada satupun yang mengenai tubuh Si Penari Sintren. Akhirnya dia pungut kembali uang receh yang tercecer di bawah (entah milik siapa). Kemudian dia maju dan lemparkan semuanya ke tubuh Sintren itu.
"Bu, kalo mau yakin kena, tempelin aja langsung uangnya ke badan Si Sintren itu."
Jadi teringat pertunjukan Sintren saat saya masih kecil dulu. :D
Setiap terkena balangan, tubuh Sintren terkulai. Dengan sigap Sang Dayang menangkap tubuh Si Penari Sintren agar tidak jatuh terjerembab. Setiap Sintren terkulai terkena balangan, Sang Pawang membacakan mantra bagi Si Penari Sintren. Dan Si Penari Sintren pun bangkit menari kembali.
Prosesi balangan akhirnya disudahi. Sintren kembali dibuat terkulai lalu dimasukkan kembali ke dalam kurungan ayam bertutup kain. Kemudian tembang syair yang dilantunkan adalah tembang syair Sintren Penutup. Dan tentu saja dilantunkan dengan agak berlama-lama pula, untuk meyakinkan cukupnya waktu bagi Si Penari Sintren berganti pakaian ke pakaian keseharian yang tadi dipakainya.
Tembang Turun Sintren Penutup yang dilantunkan selama kurungan ayam belum dibuka:
Diawali dengan:
Turun turun Sintren
Sintrene widadari
Widadari temurunan
Kemudian diulang-ulang (sampai kurungan ayam siap dibuka) dengan:
Kembang kilaras
ditandur tengahe alas
Paman, bibi aja maras
Dalang Sintren jaluk waras
Setelah dirasa cukup waktu, kurungan ayam dibuka. Tentu saja Si Penari Sintren sudah berganti pakaian dengan seragam Pramuka yang tadi dikenakannya (sebelum berganti kostum Penari Sintren). Sang Pawang Sintren meyakinkan dengan mantranya, bahwa Si Penari Sintren (kini dengan pakaian seragam Pramuka) telah sadar sepenuhnya.
Tarian Sintren ini hanyalah fragmen (untuk kepentingan pertunjukan) semata. Tak ada unsur magis ataupun trik sulap dalam pertunjukan Sintren ini. Pawang dan dupa (anglo kecil, tempat membakar kemenyan) hanyalah syarat pelengkap pertunjukan.
Menurut Bapak drh. Bambang Irianto, tarian Sintren ini bisa dengan mudah dipelajari. Untuk kepentingan pagelaran Sintren tadi, hanya dilakukan empat kali latihan. Bagi yang berminat bisa datang langsung ke Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon. Atau bisa juga mempelajari dari buku berjudul "Diktat Panduan | Sintren | Keindahan Seni Budaya Cirebon" keluaran Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon, seharga Rp. 34.000, selama persediaan masih ada.
Bagi yang pernah baca Sintren postingan saya, postingan kali ini mungkin terasa copas dan biasa saja. Tapi percayalah, ini asli diketik, bukan copas dari Sintren postingan lama.
Foto-foto Sintren di atas bisa dilihat juga di album facebook Dodi Nurdjaja.
(bersambung)
---
Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon:
1 | Undangan via Tag Dari Seorang Sahabat di Facebook
2 | Sintren
---
Baca kembali Sintren dan Sejarahnya
=====
---
Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon | 2
Sintren (tarian magis)
(Sambungan dari Undangan via Tag Facebook)Pertunjukan Sintren ada di awal acara.
Karena agak terlambat datang, pertunjukan Sintren sudah dimulai. Saya lihat sang penari Sintren sudah berada di dalam kurungan ayam yang tertutup kain. Agak lama juga dinyanyikannya tembang mantra pembuka. Pasti untuk meyakinkan bahwa ada cukup waktu bagi sang Penari Sintren berganti kostum.
Tentu saja keuntungan juga bagi saya. Saya tak perlu buru-buru mengeluarkan kamera saku saya.
Pada pertunjukan ini, si Pawang Sintren tidak mengitari kurungan ayam (berisi Penari Sintren) itu. Yang mengitari kurungan ayam tersebut adalah Para Dayang Penari. Mungkin sudah dihitung sinkonisasi antara jumlah putaran dengan perulangan tembang Sintren Pembuka.
Syair tembang mantra Sintren Pembuka yang dinyanyikan:
Turun turun Sintren
Sintrene widadari
Widadari temurunan
Widadari temurunan
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Widadari temurunan
Saya pun bergerak lebih ke depan, agar lebih leluasa mengambil gambar.
Saya lihat buyung (tempayan, gerabah tanah liat berbentuk gentong berukuran kecil) masih dipergunakan sebagai pelengkap gamelan. Jumlah buyung tetap 3 buah, tapi kelihatannya sama besar. Pasti suara yang dihasilkan nyaris sama. Kecuali di dalamnya diisi air, hingga volume udara di dalam buyung itu berbeda satu sama lain. Ilir (kipas) yang dipakai untuk membunyikan buyung, sepertinya terbuat dari bahan karet. Bentuk Ilir itu menyerupai bat pingpong, atau mungkin bekas bat pingpong yang dimodifikasi menjadi ilir penabuh buyung.
Tibalah saatnya kurungan ayam tersebut dibuka. Yap, akhirnya si Penari Sintren telah berganti pakaian mengenakan kostum penari Sintren, lengkap dengan kacamata hitam. Dan mungkin yang lebih membedakan, kostum penari Sintren ini dilengkapi pula dengan hijab/jilbab. Mungkin untuk lebih menekankan nuansa Islam dalam seni budaya Sintren ini.
Sang Pawang, dibantu Dayang, membangkitkan Sintren untuk mulai bergerak menari. Syair tembang mantra Sintren Pembuka masih terus dilantunkan.
Para penonton, utamanya kalangan ibu-ibu dan bapak-bapak, segera menyiapkan uang receh. Saat Sintren sudah bergerak menari, para penonton seperti berlomba melakukan balangan (melempar uang receh ke arah Sintren). Bahkan prosesi balangan sudah dilakukan sebelum adanya aba-aba dari pembawa acara. Anak-anak kecil yang ikut menonton pertunjukan Sintren ini, tentu saja tak mengerti, tapi ada dari mereka ikut-ikutan pula melakukan balangan.
Ibu ini sepertinya penasaran. Tiap dia melempar uang receh, kertas maupun koin, tak ada satupun yang mengenai tubuh Si Penari Sintren. Akhirnya dia pungut kembali uang receh yang tercecer di bawah (entah milik siapa). Kemudian dia maju dan lemparkan semuanya ke tubuh Sintren itu.
"Bu, kalo mau yakin kena, tempelin aja langsung uangnya ke badan Si Sintren itu."
Jadi teringat pertunjukan Sintren saat saya masih kecil dulu. :D
Setiap terkena balangan, tubuh Sintren terkulai. Dengan sigap Sang Dayang menangkap tubuh Si Penari Sintren agar tidak jatuh terjerembab. Setiap Sintren terkulai terkena balangan, Sang Pawang membacakan mantra bagi Si Penari Sintren. Dan Si Penari Sintren pun bangkit menari kembali.
Prosesi balangan akhirnya disudahi. Sintren kembali dibuat terkulai lalu dimasukkan kembali ke dalam kurungan ayam bertutup kain. Kemudian tembang syair yang dilantunkan adalah tembang syair Sintren Penutup. Dan tentu saja dilantunkan dengan agak berlama-lama pula, untuk meyakinkan cukupnya waktu bagi Si Penari Sintren berganti pakaian ke pakaian keseharian yang tadi dipakainya.
Tembang Turun Sintren Penutup yang dilantunkan selama kurungan ayam belum dibuka:
Diawali dengan:
Turun turun Sintren
Sintrene widadari
Widadari temurunan
Kemudian diulang-ulang (sampai kurungan ayam siap dibuka) dengan:
Kembang kilaras
ditandur tengahe alas
Paman, bibi aja maras
Dalang Sintren jaluk waras
Setelah dirasa cukup waktu, kurungan ayam dibuka. Tentu saja Si Penari Sintren sudah berganti pakaian dengan seragam Pramuka yang tadi dikenakannya (sebelum berganti kostum Penari Sintren). Sang Pawang Sintren meyakinkan dengan mantranya, bahwa Si Penari Sintren (kini dengan pakaian seragam Pramuka) telah sadar sepenuhnya.
Tarian Sintren ini hanyalah fragmen (untuk kepentingan pertunjukan) semata. Tak ada unsur magis ataupun trik sulap dalam pertunjukan Sintren ini. Pawang dan dupa (anglo kecil, tempat membakar kemenyan) hanyalah syarat pelengkap pertunjukan.
Menurut Bapak drh. Bambang Irianto, tarian Sintren ini bisa dengan mudah dipelajari. Untuk kepentingan pagelaran Sintren tadi, hanya dilakukan empat kali latihan. Bagi yang berminat bisa datang langsung ke Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon. Atau bisa juga mempelajari dari buku berjudul "Diktat Panduan | Sintren | Keindahan Seni Budaya Cirebon" keluaran Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon, seharga Rp. 34.000, selama persediaan masih ada.
Bagi yang pernah baca Sintren postingan saya, postingan kali ini mungkin terasa copas dan biasa saja. Tapi percayalah, ini asli diketik, bukan copas dari Sintren postingan lama.
Foto-foto Sintren di atas bisa dilihat juga di album facebook Dodi Nurdjaja.
(bersambung)
---
Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon:
1 | Undangan via Tag Dari Seorang Sahabat di Facebook
2 | Sintren
---
Baca kembali Sintren dan Sejarahnya
=====
Tidak ada komentar:
Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.