Special Thanks to Pak Marah Uli Harahap, guru SMAN 52 Jakarta yang mengajarkan Geografi dan Antariksa. Secara kebetulan, saya memiliki kedekatan dengan beliau, karena beliau juga Pembina saya pada ekstra kurikuler Kelompok Ilmiah Remaja, sekaligus menjadi Wali Kelas saya saat di kelas 3.A2-2. Semoga mendapat berkah karena ilmunya masih bermanfaat (minimal bagi saya) dan akan terus tertular kepada yang lain.
Sebagai penduduk bumi, kita melihat gerak semu matahari dari terbit hingga terbenam, dan terus berulang, hari demi hari (hingga tanda-tanda kiamat). Gerak semu matahari ini, membuat tempat terbit matahari tidaklah selalu dari satu titik. Efek yang paling terasa adalah bagi penduduk bumi yang tinggal di daerah sub-tropis, mengalami 4 musim (semi - panas - gugur - dingin). Bu Lulu Mamluah, guru Sosial (termasuk Geografi) saat saya masih di SMPN 1 Cirebon, mengajarkan jembatan keledai "Mie Panas - Bubur Dingin", semoga mendapat berkah juga karena ilmunya masih bermanfaat dan akan terus tertular kepada yang lain.
---
Sambungan dari Triangulasi 2
Dengan diketahui angka keliling lingkaran bumi, maka dengan mudah diketahui jari-jari lingkaran bumi.
Keliling lingkaran = 2 π r
r = 40.008 km x 1/Ï€ x 1/2
r = 6.365 km
(Menurut Wikipedia, diameter bumi adalah 12.742 km. Jadi jari-jarinya adalah 6.371 km)
Dengan berbekal sudut dan r bumi, maka hitungan lain pun dengan mudah didapatkan.
Jarak sejati antara Syene dan Iskandariyah, adalah alas segitiga samakaki, di mana puncak segitiga itu adalah pusat bumi. Jika kita bagi dua segitiga itu sama besar, maka masing-masing membentuk segitiga siku-siku, di mana sisi miring adalah r bumi. Sudut yang mengarah ke pusat bumi (anggaplah P untuk pusat bumi), adalah setengah sudut juring Syene-Iskandariyah.
P = 1/2 (sudut juring Syene-Iskandariyah)
= 1/2 x 7,2°
= 3,6°
Sudut yang terbentuk antara r bumi dan jarak sejati, katakanlah S (untuk Syene) dengan mudah kita dapat. Total sudut segitiga adalah 180°.
Total sudut lingkaran = siku + sudut P + sudut S
180° = 90° + 3,6° + sudut S
Sudut S = 180° - 93,6°
Sudut S = 86,4°
Alas segitiga (setengah jarak sejati), kita namakan a. Dan garis tegak lurus kita namakan t.
Kalau kita mau hitung, tentu mudah.
Sin (P) = a/r
Cos (P) = t/r
Tapi yang perlu kita hitung hanya a. Karena yang dibutuhkan adalah 2a (jarak sejati S ke I). Jarak sejati S ke I dibutuhkan untuk menghitung titik lain di langit. Ini akan melibatkan sistem persudutan. Dari sudut yang kita dapat, maka akan dengan mudah kita hitung jarak relatif ke masing-masing titik (ke titik P untuk pusat bumi, ke titik I untuk Iskandariyah dan ke titik S untuk Syene).
Teknik menghitung dengan sistem persudutan dan penggunaan tabel trigonometri ini, dikembangkan oleh Hipparkhos (atau Hipparchus). Dan disumbangkan ke dalam kitab para astronom yang bernama Al Magest (al Kitabul Mijisti). Tapi, untuk menghitung jarak benda langit yang amat jauh, kita menggunakan beberapa jembatan hitungan.
1. Menggunakan cara tadi (pada sistem persudutan dengan jarak sejati S ke I) untuk mendapat jarak relatif P bumi ke bulan.
2. Menggunakan sistem persudutan dan jarak bumi ke bulan, untuk menghitung jarak relatif ke matahari.
3. Menggunakan sistem persudutan dan jarak ke matahari, untuk menghitung jarak relatif ke benda langit lain.
Jarak bumi ke matahari menjadi satu satuan yang disebut Satuan Astronomi.
Teknik menghitung jarak berdasarkan sistem persudutan dan tabel trigonometri ini, disebut triangulasi.
Mungkin yang luput dari penulisan sejarah astronomi, adalah tidak mencantumkan nama Nabi Ibrahim (Abraham) sebagai peletak dasar penggunaan metode ilmiah dalam menghitung, mengukur, menduga dan menganalisa benda-benda langit.
Kembali ke Seloka Bagian 5
===
Sebagai penduduk bumi, kita melihat gerak semu matahari dari terbit hingga terbenam, dan terus berulang, hari demi hari (hingga tanda-tanda kiamat). Gerak semu matahari ini, membuat tempat terbit matahari tidaklah selalu dari satu titik. Efek yang paling terasa adalah bagi penduduk bumi yang tinggal di daerah sub-tropis, mengalami 4 musim (semi - panas - gugur - dingin). Bu Lulu Mamluah, guru Sosial (termasuk Geografi) saat saya masih di SMPN 1 Cirebon, mengajarkan jembatan keledai "Mie Panas - Bubur Dingin", semoga mendapat berkah juga karena ilmunya masih bermanfaat dan akan terus tertular kepada yang lain.
Jarak
Menjadi Alat Ukur Jarak Bumi ke Benda-benda Langit
Dengan diketahui angka keliling lingkaran bumi, maka dengan mudah diketahui jari-jari lingkaran bumi.
Keliling lingkaran = 2 π r
r = 40.008 km x 1/Ï€ x 1/2
r = 6.365 km
(Menurut Wikipedia, diameter bumi adalah 12.742 km. Jadi jari-jarinya adalah 6.371 km)
Dengan berbekal sudut dan r bumi, maka hitungan lain pun dengan mudah didapatkan.
Jarak sejati antara Syene dan Iskandariyah, adalah alas segitiga samakaki, di mana puncak segitiga itu adalah pusat bumi. Jika kita bagi dua segitiga itu sama besar, maka masing-masing membentuk segitiga siku-siku, di mana sisi miring adalah r bumi. Sudut yang mengarah ke pusat bumi (anggaplah P untuk pusat bumi), adalah setengah sudut juring Syene-Iskandariyah.
P = 1/2 (sudut juring Syene-Iskandariyah)
= 1/2 x 7,2°
= 3,6°
Sudut yang terbentuk antara r bumi dan jarak sejati, katakanlah S (untuk Syene) dengan mudah kita dapat. Total sudut segitiga adalah 180°.
Total sudut lingkaran = siku + sudut P + sudut S
180° = 90° + 3,6° + sudut S
Sudut S = 180° - 93,6°
Sudut S = 86,4°
Alas segitiga (setengah jarak sejati), kita namakan a. Dan garis tegak lurus kita namakan t.
Kalau kita mau hitung, tentu mudah.
Sin (P) = a/r
Cos (P) = t/r
Tapi yang perlu kita hitung hanya a. Karena yang dibutuhkan adalah 2a (jarak sejati S ke I). Jarak sejati S ke I dibutuhkan untuk menghitung titik lain di langit. Ini akan melibatkan sistem persudutan. Dari sudut yang kita dapat, maka akan dengan mudah kita hitung jarak relatif ke masing-masing titik (ke titik P untuk pusat bumi, ke titik I untuk Iskandariyah dan ke titik S untuk Syene).
Teknik menghitung dengan sistem persudutan dan penggunaan tabel trigonometri ini, dikembangkan oleh Hipparkhos (atau Hipparchus). Dan disumbangkan ke dalam kitab para astronom yang bernama Al Magest (al Kitabul Mijisti). Tapi, untuk menghitung jarak benda langit yang amat jauh, kita menggunakan beberapa jembatan hitungan.
1. Menggunakan cara tadi (pada sistem persudutan dengan jarak sejati S ke I) untuk mendapat jarak relatif P bumi ke bulan.
2. Menggunakan sistem persudutan dan jarak bumi ke bulan, untuk menghitung jarak relatif ke matahari.
3. Menggunakan sistem persudutan dan jarak ke matahari, untuk menghitung jarak relatif ke benda langit lain.
Jarak bumi ke matahari menjadi satu satuan yang disebut Satuan Astronomi.
Teknik menghitung jarak berdasarkan sistem persudutan dan tabel trigonometri ini, disebut triangulasi.
Mungkin yang luput dari penulisan sejarah astronomi, adalah tidak mencantumkan nama Nabi Ibrahim (Abraham) sebagai peletak dasar penggunaan metode ilmiah dalam menghitung, mengukur, menduga dan menganalisa benda-benda langit.
Kembali ke Seloka Bagian 5
===
Tidak ada komentar:
Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.