Cap Go Meh [sering] bertepatan dengan Hari Valentine. Maka Cap Go Meh sering disebut juga sebagai Valentine ala Cina. Jika diterjemahkan, Cap Go Meh berarti Lima Belas Malam. Cap Go Meh adalah puncak perayaan di malam tanggal 15, sejak tahun baru Imlek (Yin Li) atau Sin Tjia.
---
Perayaan Cap Go Meh di Cirebon
Hari itu, saya sebenarnya berniat keluar rumah karena ada urusan. Namun, setelah mendengar obrolan tetangga tentang akan adanya arak-arakan, pawai, parade atau kirab perayaan Cap Go Meh, saya jadi urung keluar rumah. Saya sudah membayangkan, situasi macet di seluruh ruas jalan di pusat kota Cirebon. Seluruh jemaat Vihara di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon-Indramayu-Majaleka-Kuningan) tumpah ruah merayakan Cap Go Meh. Bahkan mungkin dari beberapa kota lain juga ikut hadir di pusat kota Cirebon ini.
Saya tak tahu dan tak mencari tahu, start dari titik mana arak-arakan Cap Go Meh ini dan finish di titik mana. Dan siang itu, arak-arakan perayaan Cap Go Meh melintas di Jalan Parujakan, depan kampung saya Kebon Panggung, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan.
Ketika saya mengeluarkan kamera, sialnya (maaf) saya kehabisan betere. Terpaksa saya harus beli batere dulu. Karena batere yang saya dapat, bukan jenis alkaline, maka tentu saja jadi cepat habis. Tapi saya pikir, cukuplah untuk mewakili gambar momen perayaan Cap Go Meh yang melintas di jalan Parujakan ini.
Cap Go Meh [sering] bertepatan dengan momen Hari Valentine. Maka Cap Go Meh sering disebut juga sebagai Valentine ala Cina. Jika diterjemahkan, Cap Go Meh berarti Lima Belas Malam. Cap Go Meh adalah puncak perayaan di malam tanggal 15, sejak tahun baru Imlek (Yin Li) atau Sin Tjia.
Di beberapa tempat, ada penyebutan berbeda untuk perayaan Cap Go Meh.
Di masa Orde Baru, perayaan Cap Go Meh [dan hal-ihwal terkait tradisi dan budaya Cina] dilarang ditampilkan atau dirayakan di area publik.
Semasa Gus Dur menjadi presiden, ia membuat gebrakan yaitu secara tegas mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 yang melarang warga keturunan Cina untuk merayakan kegiatan budayanya secara terbuka termasuk Imlek dan Cap Go Meh. Gus Dur lalu mengganti Inpres tersebut (dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945) dengan menerbitkan Keppres No. 6 tahun 2000 yang menjamin kemerdekaan warga keturunan Cina agar dapat menjalankan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadatnya secara terbuka. Bahkan pada tahun 2001, Gus Dur menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur nasional.
Sejak saat itulah hingga saat ini warga keturunan Cina di Indonesia dapat menghadirkan perayaan Cap Go Meh sekaligus menghibur sejumlah warga di semua kota termasuk Cirebon. Namun perayaan Cap Go Meh lebih ramai dilakukan pada siang hari.
Lampion dan Kembang Api
Lampion pernah menjadi lambang pasukan Raider (http://en.wikipedia.org/wiki/Raid_%28military%29) Cina Kuno. Lambang lampion dipilih, karena ciri khas kemampuan Raider Cina Kuno di bidang arsonic (ahli bakar, mercon dan alat-alat peledak). Namun kemampuan Raider Cina Kuno tidak itu saja. Ada juga kelompok Raider Cina Kuno dengan kemampuan menyelinap dan membunuh setara dengan Ninja atau Assassin (Hassansein). Raider Cina Kuno bahkan dipakai juga oleh beberapa pejabat penting dalam urusan-urusan politik dan perang dingin, semisal black campaign, black mail, dan urusan-urusan lainnya. Beberapa diantara Raider Cina Kuno, adalah para gembala, pembangkit atau dukun mayat (Necromancer).
Pada zaman Dinasti Tung Zhou (770 SM - 256 SM) para petani memasang lampion (disebut Chau Tian Can) di sekeliling ladang pada tanggal 15 bulan 1 Imlek. Pemasangan lampion tersebut bertujuan untuk mengusir hama dan binatang perusak tanaman. Kala itu, para petani juga akan mengamati perubahan api pada lampion, untuk mengetahui cuaca sepanjang tahun ke depan.
Sejak perayaan Cap Go Meh banyak dilakukan siang hari, penggunaan lampion menjadi kurang dominan. Dan kembang api pun hanya digunakan pada saat pergantian tahun (Imlek).
Makanan Imlek
Sejak Imlek, idealnya pada acara sembahyang disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue mewakili shio yang berjumlah 12. Setiap Shio, akan bergulir sebagai lambang tahun, berikut perguliran 5 elemen.
Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti “kemakmuran,” “panjang umur,” “keselamatan,” atau “kebahagiaan,” dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur. Misalnya kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis dan dodol (kue mangkok atau kue keranjang) sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti dodol. Dalam perayaan imlek, konon bubur adalah makanan haram. Bubur tidak dihidangkan karena makanan ini melambangkan kemiskinan.
Saya sendiri biasa mendapat dodol Imlek dari beberapa tetangga keturunan Cina di Kebon Panggung.
Diunduh dari http://nadatjerita.wordpress.com/2011/02/03/imlek-2011/
Perayaan Cap Go Meh
Perayaan ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit. Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut penanggalan bulan yang merupakan bulan pertama dalam setahun. Sebelum Dinasti Han berakhir, upacara ini dahulunya dilakukan secara tertutup, dan hanya untuk kalangan istana. Pun perayaan ini belum dikenal secara umum oleh masyarakat Cina. Lambat-laun perayaan ini akhirnya dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat bangsa Cina. Penghormatan atau sembahyang pun dilakukan untuk seluruh Dewa dan Dewi.
Altar Dewa Dewi
Sejumlah Altar Dewa-Dewi diarak menggunakan tandu dalam perayaan Cap Go Meh. Altar yang diarak diantaranya adalah Altar Dewi Kasih Kwan Im Pho Sat atau Guan Yin Bodhi Satva, Altar Dewa Rejeki Hok Tek Ceng Sin, Dewa Perang Hian Thian Siang Tee, dan lain-lain. Saat berjalan, altar-altar ini digoyang-goyangkan mengikuti irama musik. Saat ada yang datang untuk bersembahyang menghormat ke dewa-dewi, altar ini berhenti, hingga orang tadi selesai bersembahyang.
Ncim (Nenek) berbaju ungu ini sembahyang di depan setiap altar dewa-dewi yang diarak.
Tarian Liong dan Barongsai
Liong (naga) dan barongsai (singa) adalah hewan yang sangat diagungkan dalam budaya Cina. Tarian liong dan barongsai diyakini sebagai ritual membersihkan lingkungan, khususnya energi negatif. Liong menari dengan berliuk-liuk sambil mengejar bola api di depannya. Barongsai pun berdansa dengan lincahnya. Dengan turunnya barongsai dan liong diharapkan akan memberikan perlindungan serta berkah dan keselamatan bagi semua yang ada di bumi.
Liong (naga) tidak hanya menari di jalanan, tapi juga masuk ke dalam toko.
Beberapa orang berpose bergantian bersama barongsai (singa).
Pakaian dan Ang Pao Merah
Merah adalah perlambang suka cita. Hampir di setiap kegiatan perayaan, akan didominasi warna merah.
Merah juga perlambang tolak bala. Dengan mengenakan pakaian berwarna merah, artinya [harapan] akan jauh dari segala macam bala, bencana dan mala petaka.
Ang Pao adalah amplop berisi sejumlah uang. Ang Pao dibagikan pada awal tahun baru (Imlek) untuk para kerabat, sanak dan famili. Berbagi Ang Pao berarti berbagi rejeki, sekaligus derma, dan menjadi doa serta harapan akan rejeki yang lebih melimpah di tahun berikutnya. Pada perayaan Cap Go Meh, Ang Pao akan diberikan juga kepada para Dewa-Dewi, liong dan barongsai.
Akulturasi Budaya
Alat musik pengiring asli Cina adalah tambur (bedug), simbal dan ling (bendi). Namun di beberapa rombongan, terdapat pula kendang, kemong, kempul bahkan gong. Kadang (di beberapa kota di Jawa Barat), kita temui juga angklung dan calung yang turut mengiringi tarian liong dan barongsai pada perayaan Cap Go Meh. Tentu saja pemain alat musik ini lebih didominasi kaum pribumi.
Bahkan beberapa pemain alat musik Cina, tarian liong dan tarian barongsai pun banyak dilakukan oleh kaum pribumi.
Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya dengan hubungan timbal balik [simbiosis mutualisme] antar etnis yang positif, konstruktif dan harmonis.
Barondang Cirebon
Barondang (barongsai udang) baru-baru ini muncul (dan hanya muncul) di Cirebon. Namun saya menilai, barondang tidak mencerminkan budaya Cina maupun budaya Cirebon.
Kalau kita menilik kembali Singa Barwang (dibaca: Singa Barong) adalah nama lain dari Macan Putih Cirebon atau Macan Ali. Itu adalah asimilasi antara tokoh Sayidina Ali ibn Abi Thalib (yang dikenal pula dengan nama Singa Ali atau Haydar Ali) sebagai Singa Persia, dengan Singa Cina (barongsai) dan Singa Putih atau Macan Putih Jawa dan Sunda (baca kembali http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2013/07/macan-ali.html).
Mungkin saja, barondang muncul sebagai respon penghormatan dan akulturasi budaya Cina, dengan udang sebagai icon Kota Cirebon. Karena tidak ingin mengutik-utik Singa Barwang atau Macan Ali atau Macan Putih Cirebon, yang memiliki nilai sakral di kalangan masyarakat terutama keraton-keraton Cirebon, secara budaya maupun agama.
Diunduh dari All About Cirebon's Twitter pic (@tweetCIREBON)
Gong Xi Fa Cai
=====
Baca juga:
- Happy Valentine
---
Perayaan Cap Go Meh di Cirebon
Hari itu, saya sebenarnya berniat keluar rumah karena ada urusan. Namun, setelah mendengar obrolan tetangga tentang akan adanya arak-arakan, pawai, parade atau kirab perayaan Cap Go Meh, saya jadi urung keluar rumah. Saya sudah membayangkan, situasi macet di seluruh ruas jalan di pusat kota Cirebon. Seluruh jemaat Vihara di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon-Indramayu-Majaleka-Kuningan) tumpah ruah merayakan Cap Go Meh. Bahkan mungkin dari beberapa kota lain juga ikut hadir di pusat kota Cirebon ini.
Saya tak tahu dan tak mencari tahu, start dari titik mana arak-arakan Cap Go Meh ini dan finish di titik mana. Dan siang itu, arak-arakan perayaan Cap Go Meh melintas di Jalan Parujakan, depan kampung saya Kebon Panggung, Kelurahan Pekalangan, Kecamatan Pekalipan.
Ketika saya mengeluarkan kamera, sialnya (maaf) saya kehabisan betere. Terpaksa saya harus beli batere dulu. Karena batere yang saya dapat, bukan jenis alkaline, maka tentu saja jadi cepat habis. Tapi saya pikir, cukuplah untuk mewakili gambar momen perayaan Cap Go Meh yang melintas di jalan Parujakan ini.
Cap Go Meh [sering] bertepatan dengan momen Hari Valentine. Maka Cap Go Meh sering disebut juga sebagai Valentine ala Cina. Jika diterjemahkan, Cap Go Meh berarti Lima Belas Malam. Cap Go Meh adalah puncak perayaan di malam tanggal 15, sejak tahun baru Imlek (Yin Li) atau Sin Tjia.
Di beberapa tempat, ada penyebutan berbeda untuk perayaan Cap Go Meh.
Di masa Orde Baru, perayaan Cap Go Meh [dan hal-ihwal terkait tradisi dan budaya Cina] dilarang ditampilkan atau dirayakan di area publik.
Semasa Gus Dur menjadi presiden, ia membuat gebrakan yaitu secara tegas mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 yang melarang warga keturunan Cina untuk merayakan kegiatan budayanya secara terbuka termasuk Imlek dan Cap Go Meh. Gus Dur lalu mengganti Inpres tersebut (dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945) dengan menerbitkan Keppres No. 6 tahun 2000 yang menjamin kemerdekaan warga keturunan Cina agar dapat menjalankan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadatnya secara terbuka. Bahkan pada tahun 2001, Gus Dur menjadikan tahun baru Imlek sebagai hari libur nasional.
Sejak saat itulah hingga saat ini warga keturunan Cina di Indonesia dapat menghadirkan perayaan Cap Go Meh sekaligus menghibur sejumlah warga di semua kota termasuk Cirebon. Namun perayaan Cap Go Meh lebih ramai dilakukan pada siang hari.
Lampion dan Kembang Api
Lampion pernah menjadi lambang pasukan Raider (http://en.wikipedia.org/wiki/Raid_%28military%29) Cina Kuno. Lambang lampion dipilih, karena ciri khas kemampuan Raider Cina Kuno di bidang arsonic (ahli bakar, mercon dan alat-alat peledak). Namun kemampuan Raider Cina Kuno tidak itu saja. Ada juga kelompok Raider Cina Kuno dengan kemampuan menyelinap dan membunuh setara dengan Ninja atau Assassin (Hassansein). Raider Cina Kuno bahkan dipakai juga oleh beberapa pejabat penting dalam urusan-urusan politik dan perang dingin, semisal black campaign, black mail, dan urusan-urusan lainnya. Beberapa diantara Raider Cina Kuno, adalah para gembala, pembangkit atau dukun mayat (Necromancer).
Pada zaman Dinasti Tung Zhou (770 SM - 256 SM) para petani memasang lampion (disebut Chau Tian Can) di sekeliling ladang pada tanggal 15 bulan 1 Imlek. Pemasangan lampion tersebut bertujuan untuk mengusir hama dan binatang perusak tanaman. Kala itu, para petani juga akan mengamati perubahan api pada lampion, untuk mengetahui cuaca sepanjang tahun ke depan.
Sejak perayaan Cap Go Meh banyak dilakukan siang hari, penggunaan lampion menjadi kurang dominan. Dan kembang api pun hanya digunakan pada saat pergantian tahun (Imlek).
Makanan Imlek
Sejak Imlek, idealnya pada acara sembahyang disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue mewakili shio yang berjumlah 12. Setiap Shio, akan bergulir sebagai lambang tahun, berikut perguliran 5 elemen.
Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti “kemakmuran,” “panjang umur,” “keselamatan,” atau “kebahagiaan,” dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur. Misalnya kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis dan dodol (kue mangkok atau kue keranjang) sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti dodol. Dalam perayaan imlek, konon bubur adalah makanan haram. Bubur tidak dihidangkan karena makanan ini melambangkan kemiskinan.
Saya sendiri biasa mendapat dodol Imlek dari beberapa tetangga keturunan Cina di Kebon Panggung.
Diunduh dari http://nadatjerita.wordpress.com/2011/02/03/imlek-2011/
Perayaan Cap Go Meh
Perayaan ini awalnya dirayakan oleh Dinasti Xie Han (206 SM – 221 M), sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai-yi, dewa tertinggi di langit. Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut penanggalan bulan yang merupakan bulan pertama dalam setahun. Sebelum Dinasti Han berakhir, upacara ini dahulunya dilakukan secara tertutup, dan hanya untuk kalangan istana. Pun perayaan ini belum dikenal secara umum oleh masyarakat Cina. Lambat-laun perayaan ini akhirnya dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat bangsa Cina. Penghormatan atau sembahyang pun dilakukan untuk seluruh Dewa dan Dewi.
Altar Dewa Dewi
Sejumlah Altar Dewa-Dewi diarak menggunakan tandu dalam perayaan Cap Go Meh. Altar yang diarak diantaranya adalah Altar Dewi Kasih Kwan Im Pho Sat atau Guan Yin Bodhi Satva, Altar Dewa Rejeki Hok Tek Ceng Sin, Dewa Perang Hian Thian Siang Tee, dan lain-lain. Saat berjalan, altar-altar ini digoyang-goyangkan mengikuti irama musik. Saat ada yang datang untuk bersembahyang menghormat ke dewa-dewi, altar ini berhenti, hingga orang tadi selesai bersembahyang.
Ncim (Nenek) berbaju ungu ini sembahyang di depan setiap altar dewa-dewi yang diarak.
Tarian Liong dan Barongsai
Liong (naga) dan barongsai (singa) adalah hewan yang sangat diagungkan dalam budaya Cina. Tarian liong dan barongsai diyakini sebagai ritual membersihkan lingkungan, khususnya energi negatif. Liong menari dengan berliuk-liuk sambil mengejar bola api di depannya. Barongsai pun berdansa dengan lincahnya. Dengan turunnya barongsai dan liong diharapkan akan memberikan perlindungan serta berkah dan keselamatan bagi semua yang ada di bumi.
Liong (naga) tidak hanya menari di jalanan, tapi juga masuk ke dalam toko.
Beberapa orang berpose bergantian bersama barongsai (singa).
Pakaian dan Ang Pao Merah
Merah adalah perlambang suka cita. Hampir di setiap kegiatan perayaan, akan didominasi warna merah.
Merah juga perlambang tolak bala. Dengan mengenakan pakaian berwarna merah, artinya [harapan] akan jauh dari segala macam bala, bencana dan mala petaka.
Ang Pao adalah amplop berisi sejumlah uang. Ang Pao dibagikan pada awal tahun baru (Imlek) untuk para kerabat, sanak dan famili. Berbagi Ang Pao berarti berbagi rejeki, sekaligus derma, dan menjadi doa serta harapan akan rejeki yang lebih melimpah di tahun berikutnya. Pada perayaan Cap Go Meh, Ang Pao akan diberikan juga kepada para Dewa-Dewi, liong dan barongsai.
Akulturasi Budaya
Alat musik pengiring asli Cina adalah tambur (bedug), simbal dan ling (bendi). Namun di beberapa rombongan, terdapat pula kendang, kemong, kempul bahkan gong. Kadang (di beberapa kota di Jawa Barat), kita temui juga angklung dan calung yang turut mengiringi tarian liong dan barongsai pada perayaan Cap Go Meh. Tentu saja pemain alat musik ini lebih didominasi kaum pribumi.
Bahkan beberapa pemain alat musik Cina, tarian liong dan tarian barongsai pun banyak dilakukan oleh kaum pribumi.
Hal ini menunjukkan adanya akulturasi budaya dengan hubungan timbal balik [simbiosis mutualisme] antar etnis yang positif, konstruktif dan harmonis.
Barondang Cirebon
Barondang (barongsai udang) baru-baru ini muncul (dan hanya muncul) di Cirebon. Namun saya menilai, barondang tidak mencerminkan budaya Cina maupun budaya Cirebon.
Kalau kita menilik kembali Singa Barwang (dibaca: Singa Barong) adalah nama lain dari Macan Putih Cirebon atau Macan Ali. Itu adalah asimilasi antara tokoh Sayidina Ali ibn Abi Thalib (yang dikenal pula dengan nama Singa Ali atau Haydar Ali) sebagai Singa Persia, dengan Singa Cina (barongsai) dan Singa Putih atau Macan Putih Jawa dan Sunda (baca kembali http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2013/07/macan-ali.html).
Mungkin saja, barondang muncul sebagai respon penghormatan dan akulturasi budaya Cina, dengan udang sebagai icon Kota Cirebon. Karena tidak ingin mengutik-utik Singa Barwang atau Macan Ali atau Macan Putih Cirebon, yang memiliki nilai sakral di kalangan masyarakat terutama keraton-keraton Cirebon, secara budaya maupun agama.
Diunduh dari All About Cirebon's Twitter pic (@tweetCIREBON)
Gong Xi Fa Cai
=====
Cap Go Meh
=====Baca juga:
- Happy Valentine
Tidak ada komentar:
Iklan dan Promosi terselubung masih boleh, asal cantumkan komentar yang sesuai tema.
Iklan/promosi yang berlebihan dan komentar yang tidak sesuai tema, akan dihapus.
Komentar spam akan dihapus juga.