Namun, agar tidak berlarut-larut, Sunan Gunung Jati memutuskan untuk bertanya langsung ke anak (bocah) pencari tatal itu jika esok pagi dia datang lagi.
--- by Dodi Nurdjaja ---
Bocah Tatal
Ini adalah cerita yg pernah saya dengar dari almarhumah nenek saya, yang saya panggil Emak.
=====
Cerita diawali pada saat akan dibangunnya Tajug Agung (atau Masjid) Sang Cipta Rasa. Konon beberapa batang gelondongan kayu-kayu jati dikumpulkan di sekitar Gunung Jati. Lalu secara gaib dipindahkan ke puncak dekat kawah Gunung Ciremai. Gelondongan kayu-kayu jati itu akan dibentuk menjadi tiang2 utama, penyangga dan bentuk-bentuk lain.
Di tempat akan didirikan Tajug Agung Sang Cipta Rasa, telah dipasang pasak-pasak penanda. Ada pasak yang agak besar, tertancak paling depan, dengan sebuah paku yang menghadap ke arah kiblat. Bagaimana bisa menentukan arah kiblat? Ternyata, arah kiblat ditentukan saat matahari sedang tepat berada di atas Kaabah (atau di atas kota Mekah). (Baca http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2013/02/seloka-mistik-al-quran-bagian-4.html)
Daerah pengerjaan itu oleh Sunan Gunung Jati ditutup dengan pagar gaib, pada malam sebelum pengerjaan. Agar tidak ada seorang pun yang bisa nyelonong masuk.
Namun ternyata, di pagi hari selepas subuh, ada seorang anak yang masuk ke daerah yang telah diberi pagar gaib tersebut. Anak itu tengah mencari ranting-ranting kering. Anak itu tidak berlama-lama, segera dia pulang setelah ranting yang terkumpul sudah cukup banyak.
Segera setelah anak itu pergi, pengerjaan kayu pun dilakukan. Dan sampai sore hari, tak ada seorang pun yang bisa menembus pagar gaib yang melindungi tempat pengerjaan kayu tersebut.
Namun keesokan paginya, anak yang sama datang lagi mencari ranting. Anak itu tetap bisa menembus pagar gaib. Anak itu merasa, masih melihat beberapa ranting kering saat kemarinnya. Tapi kini, dia bahkan melihat banyak tatal (serpihan kayu sisa) berserakan di tempat itu. Maka kali ini, anak itu tidak mengumpulkan ranting kering. Anak itu kini mengumpulkan tatal yang berserakan. Dengan kain sarungnya, dia menggendong pulang tatal pungutannya.
Sunan Gunung Jati bukannya tidak memperhatikan apa yang dilakukan anak itu. Tapi Sunan Gunung Jati tidak mencoba melarang anak itu memungut tatal yang berserakan. Toh, tatal itu memang tidak digunakan lagi untuk pembangunan.
Namun beberapa pekerja kayu tetap merasa was-was dan menyampaikan kepada Sunan Gunung Jati. Kalau anak kecil saja bisa menembus pagar gaib Sunan Gunung Jati, mereka khawatir ada orang-orang dewasa yang mampu juga menembus. Apalagi jika mereka memang memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Demi meredakan kekhawatiran pada pekerja kayu, Sunan Gunung Jati berjanji akan menambah pagar gaib dan memperluas area yang ditutup. Maka Sunan Gunung Jati mengundang wali-wali lain untuk ikut serta datang dan membantu memberi pagar gaib di sekitar area tersebut.
Beberapa wali lain datang atas undangan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati bercerita, telah beberapa hari ini, pagar gaibnya tidak mempan bagi seorang anak pencari tatal yang datang di pagi hari selepas subuh. Sunan Gunung Jati meminta agar para wali lainnya ikut serta menambah pagar gaib dengan area yang lebih luas lagi.
Malam itu, para wali memberi pagar gaib. Namun pada pagi harinya, anak yang sama tetap bisa datang dan memungut tatal yang berserakan. Takjub para wali dengan kejadian ini. Sepulang anak itu, pengerjaan kayu tetap dilakukan.
Sunan Gunung Jati mengajak rapat. Mencoba menganalisis, bagaimana bisa anak itu menembus pagar gaib. Namun, agar tidak berlarut-larut, Sunan Gunung Jati memutuskan untuk bertanya langsung ke anak pencari tatal itu jika esok pagi dia datang lagi.
Wallahu 'alam bishawab
(bersambung ke http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2015/02/saka-tatal-kumandange-azan-pitu-bag-2.html)
===========
Jikalau ada diantara pembaca, yang merasa masih keturunan dari bocah tatal tersebut, senang rasanya jika saya bisa mendengar kembali kisah ini langsung dari keturunannya, apalagi jika memiliki versi yang agak berbeda. Dan kebetulan, sejak pertama kali bercerita, almarhumah emak tidak pernah menyebutkan siapa nama bocah tatal ini.
=====
--- by Dodi Nurdjaja ---
Bocah Tatal
Ini adalah cerita yg pernah saya dengar dari almarhumah nenek saya, yang saya panggil Emak.
Cerita diawali pada saat akan dibangunnya Tajug Agung (atau Masjid) Sang Cipta Rasa. Konon beberapa batang gelondongan kayu-kayu jati dikumpulkan di sekitar Gunung Jati. Lalu secara gaib dipindahkan ke puncak dekat kawah Gunung Ciremai. Gelondongan kayu-kayu jati itu akan dibentuk menjadi tiang2 utama, penyangga dan bentuk-bentuk lain.
Di tempat akan didirikan Tajug Agung Sang Cipta Rasa, telah dipasang pasak-pasak penanda. Ada pasak yang agak besar, tertancak paling depan, dengan sebuah paku yang menghadap ke arah kiblat. Bagaimana bisa menentukan arah kiblat? Ternyata, arah kiblat ditentukan saat matahari sedang tepat berada di atas Kaabah (atau di atas kota Mekah). (Baca http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2013/02/seloka-mistik-al-quran-bagian-4.html)
Daerah pengerjaan itu oleh Sunan Gunung Jati ditutup dengan pagar gaib, pada malam sebelum pengerjaan. Agar tidak ada seorang pun yang bisa nyelonong masuk.
Namun ternyata, di pagi hari selepas subuh, ada seorang anak yang masuk ke daerah yang telah diberi pagar gaib tersebut. Anak itu tengah mencari ranting-ranting kering. Anak itu tidak berlama-lama, segera dia pulang setelah ranting yang terkumpul sudah cukup banyak.
Segera setelah anak itu pergi, pengerjaan kayu pun dilakukan. Dan sampai sore hari, tak ada seorang pun yang bisa menembus pagar gaib yang melindungi tempat pengerjaan kayu tersebut.
Namun keesokan paginya, anak yang sama datang lagi mencari ranting. Anak itu tetap bisa menembus pagar gaib. Anak itu merasa, masih melihat beberapa ranting kering saat kemarinnya. Tapi kini, dia bahkan melihat banyak tatal (serpihan kayu sisa) berserakan di tempat itu. Maka kali ini, anak itu tidak mengumpulkan ranting kering. Anak itu kini mengumpulkan tatal yang berserakan. Dengan kain sarungnya, dia menggendong pulang tatal pungutannya.
Sunan Gunung Jati bukannya tidak memperhatikan apa yang dilakukan anak itu. Tapi Sunan Gunung Jati tidak mencoba melarang anak itu memungut tatal yang berserakan. Toh, tatal itu memang tidak digunakan lagi untuk pembangunan.
Namun beberapa pekerja kayu tetap merasa was-was dan menyampaikan kepada Sunan Gunung Jati. Kalau anak kecil saja bisa menembus pagar gaib Sunan Gunung Jati, mereka khawatir ada orang-orang dewasa yang mampu juga menembus. Apalagi jika mereka memang memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.
Demi meredakan kekhawatiran pada pekerja kayu, Sunan Gunung Jati berjanji akan menambah pagar gaib dan memperluas area yang ditutup. Maka Sunan Gunung Jati mengundang wali-wali lain untuk ikut serta datang dan membantu memberi pagar gaib di sekitar area tersebut.
Beberapa wali lain datang atas undangan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati bercerita, telah beberapa hari ini, pagar gaibnya tidak mempan bagi seorang anak pencari tatal yang datang di pagi hari selepas subuh. Sunan Gunung Jati meminta agar para wali lainnya ikut serta menambah pagar gaib dengan area yang lebih luas lagi.
Malam itu, para wali memberi pagar gaib. Namun pada pagi harinya, anak yang sama tetap bisa datang dan memungut tatal yang berserakan. Takjub para wali dengan kejadian ini. Sepulang anak itu, pengerjaan kayu tetap dilakukan.
Sunan Gunung Jati mengajak rapat. Mencoba menganalisis, bagaimana bisa anak itu menembus pagar gaib. Namun, agar tidak berlarut-larut, Sunan Gunung Jati memutuskan untuk bertanya langsung ke anak pencari tatal itu jika esok pagi dia datang lagi.
Wallahu 'alam bishawab
(bersambung ke http://dodi-nurdjaja.blogspot.com/2015/02/saka-tatal-kumandange-azan-pitu-bag-2.html)
===========
Jikalau ada diantara pembaca, yang merasa masih keturunan dari bocah tatal tersebut, senang rasanya jika saya bisa mendengar kembali kisah ini langsung dari keturunannya, apalagi jika memiliki versi yang agak berbeda. Dan kebetulan, sejak pertama kali bercerita, almarhumah emak tidak pernah menyebutkan siapa nama bocah tatal ini.
=====
Menunggu jawaban anak itu, Mas Doddy. Tapi apakah Sunan Gunung Jati pernah mengetes pagar ajaib tersebut dengan menyuruh orang dewasa menembusnya?
BalasHapusItu udah dijelaskan di paragraf
Hapus"Segera setelah anak itu pergi, pengerjaan kayu pun dilakukan. Dan sampai sore hari, tak ada seorang pun yang bisa menembus pagar gaib yang melindungi tempat pengerjaan kayu tersebut."
Sambungan cerita ini segera menyusul :D
TFCC
third attempt :(
BalasHapusistilah "pagar" mengacu pada upaya untuk mencegah terhadap segala yang bersifat buruk/merusak/jahat. dengan demikian yang tidak bersifat demikian tidak akan tercegah. anak kecil pada hakekatnya masih murni, dan "nafs"nya tidak/belum terkotori sebagaimana orang dewasa. tentu pada jaman sekarang sudah sulit menemukan anak kecil yg murni spt jaman wali dahulu. pengaruh tayangan televisi, pergaulan dan internet sudah berada pada ambang bahaya. anak belum sekolah pun sudah keranjingan "game" :p
kembali pada tulisan di atas, anak kecil (yang murni), orang dewasa yg benar2 telah mampu membersihkan nafs-nya, malaikat, tentu tak dapat tertangkal oleh pagar gaib.
walLaahu a'lam. al afwu minkum.
Walah, ga jadi bikin sambungannya, deh. Analisisnya udah keluar. Koq bisa mirip dgn yg udah disiapin, ya?
HapusHeheheheheh...
Oke, malam ini saya publikasikan. :D
TFCC